Perasaan yang masih sama
Aku memasuki gang rumahku sambil memandangi kendaranmu yang perlahan
menjauh. Baru beberapa detik kamu pergi, namun rasa rindu di hatiku
kembali membesar lagi. Sejak siang tadi, aku makin sadar bahwa ini
perasaan cinta. Saat menatap matamu yang bisa dibilang hanya segaris
itu, entah mengapa aku menemukan keteduhan di sana. Matamu selalu
berhasil membuatku rindu. Matamu selalu berhasil membawaku pulang.
Matamu selalu berhasil membuat aku tidak sabar untuk pertemuan kita
berikutnya.
Di langit Cibinong siang itu, seusai menjalani kelas Yoga, kita berjanji
bertemu di salah satu rumah makan di Cibinong City Mall. Aku
menjumpaimu duduk di ujung jendela, menatap ke luar jalanan. Mungkin,
kamu menatap ke gapura bertuliskan "Selamat Datang Di Kabupaten Bogor"
yang menjadi pemandangan di luar restoran kita. Segera aku duduk di
depanmu dan menatapmu dengan tatapan mendalam. Aku sangat merindukanmu
setelah empat hari kita tidak bertemu. Ternyata, kita memang butuh jarak
dan waktu, untuk menjaga dan mencari tahu, siapa yang paling tidak
tahan untuk mengusahakan sebuah pertemuan. Dan, ya, kamu selalu kalah.
Selalu kamu yang meminta sebuah pertemuan. Dengan begini, kamu akan
tahu, perempuan adalah mahluk paling gengsi nomor satu. Perempuan adalah
mahluk yang tidak ingin memulai segalanya lebih dulu. Namun, jauh di
dalam lubuk hatinya, sebenarnya dia ingin menatapmu, memelukmu,
mencubitmu, mengecupmu, dan turut membebaskan kekangan rindu di dadanya.
Kamu selalu kalah untuk tidak mengajakku bertemu lebih dulu, sementara
aku selalu kalah untuk tidak menunjukan betapa aku rindu kamu dan ingin
menghabiskan sisa waktu kita sambil menatap dan merangkulmu.
Seusai menyatap makanan berdua, kamu menggenggam jemariku dan mengajakku
ke Gramedia di lantai atas. Aku tidak mengerti maksud dan tujuanmu,
jadi aku menurut saja ketika kamu membawa tas fitness-ku yang berat itu,
dan mengikuti langkah kakimu. Saat itu, kamu memperlakukanku layaknya
kekasih. Kamu cukup membuatku melayang dengan caramu merangkulku,
mengenggam jemariku, dan berkali-kali berbisik betapa kamu mencintai
aku. Aku menaiki eskalator sambil tertawa ke arahmu, tidak berani aku
memberi respon berlebih, karena aku tahu betul kita bukan sepasang
kekasih, dan aku cukup sadar diri jika aku berharap lebih maka hanya
berujung pada rasa sakit hati. Aku sudah jatuh cinta padamu dan caramu
memperlakukanku seperti siang tadi bisa saja membuatku semakin
mencintaimu dan semakin takut kehilangan kamu.
Sesampainya di Gramedia, kamu masih memegang pinggulku, dan meliak-liuk
di antara rak buku. Dengan cepat, kamu mencari-cari semua rak yang
berisi bukuku. Kamu tertawa manis sambil menunjuk-nunjuk bukuku. Kamu
makin tergelak ketika ada orang yang membeli bukuku, sementara orang itu
tidak tahu penulisnya ada di depan rak buku tersebut. Aku segera
menarik kamu pergi karena bisa saja kamu bisa lebih aneh daripada tadi.
Sedikit sikap bodohmu itu cukup membuatku gemas. Andai aku bisa mencubit
dan meraih pipimu kala itu, andai aku bisa mencuri waktu untuk sesekali
mengecup pipimu, sayangnya-- aku bukan kekasihmu. Aku cukup bisa
tertawa dalam hati, membayangkan segala mimpi yang sudah kubangun di
kepalaku bisa segera aku wujudkan bersamamu.
Hari ini, tidak ada kesedihan yang berlebihan. Aku hanya ingin menikmati
hari tanpa mengingat seberapa jauh kamu sudah menyakitiku. Bagiku,
tetap berada di sisimu dan tetap bisa merasakan pelukmu sudah lebih dari
cukup. Kamu sudah memenuhi ruang kosong di hatiku, sudah miliki seluruh
rasa cintaku, sayangnya mungkin aku tidak punya ruang di hatimu dan
rasa cintamu tidak hanya sepenuhnya untukmu.
Di atas sepeda motormu, aku memelukmu seakan waktu berjam-jam yang telah
kita lewati masih belum cukup untuk menuntaskan perasaan rinduku.
Langit Cibinong malam ini seperti memberikan isyarat bahwa hujan segera
turun. Tidak ada bintang dan hanya ada udara dingin yang menyeruak.
Sambil memperhatikan atraksi kuda lumping di lampu merah, kamu terus
menerus memanggil namaku, dan mengucapkan kata-kata cinta yang semakin
membuat aku bertanya. Jika kita memang saling jatuh cinta, mengapa tidak
kita akhiri saja semua dengan status yang jauh lebih jelas. Ingin
rasanya aku berteriak itu di telingamu, tapi tidak mungkin karena aku
tahu betul kekasihmu tidak akan melepaskanmu pergi begitu saja.
Aku tahu betul ini bodoh. Aku tahu betul memeluk dan merangkulmu adalah
suatu kesalahan. Aku juga tahu mungkin hubungan kita tidak akan berakhir
dalam kebahagiaan. Tapi, biarlah aku habiskan sisa-sisa waktuku
bersamamu karena aku paham ini tidak akan berjalan lama. Semua orang
akan mudah menyalahkan kita tanpa mereka tahu seberapa jauh kita telah
berjuang. Aku dan kamu tidak bisa melawan pada cinta yang bisa saja
datang tidak tepat waktu. Kita jatuh cinta di waktu yang salah,
sementara aku dan kamu tidak tahu caranya untuk berhenti serta
mengendalikan diri.
Aku tahu betul ini bodoh, tapi biarkan aku dan kamu habiskan sisa waktu
kebersamaan kita, karena saat waktu itu tiba-- aku dan kamu akan kembali
menjadi dua orang asing yang tidak saling kenal. Biarkan aku menikmati
sisa-sisa waktu kebahagiaan bersamamu, sebelum semua orang menyuruh kita
mengakhiri ini semua, kemudian perpisahan dengan segera menjadikan kita
kembali tak kenal. Biarkan aku menghabiskan sisa-sisa waktu yang kita
miliki ini, dengan kebahagiaan, bukan dengan kesedihan. Kesedihan punya
porsinya sendiri dan aku tahu semua kesedihan itu akan dimulai ketika
aku pada akhirnya harus melepaskanmu pergi.
Sebelum kamu pergi, biarkan aku bisa meninggalkan kesan, setidaknya di
ingatanmu. Bahwa ada seseorang yang menjaga perasaannya, yang tidak
mengubah perasaannya, ketika dia tahu kamu tidak bisa dimiliki oleh dia
satu-satunya. Sebelum ini semua berakhir, aku hanya ingin membuatmu
paham, mungkin saja perasaan yang aku miliki masih sama, bahkan ketika
kamu menjauh dan menganggapku tidak pernah jadi bagian dalam hidupmu.
Semua waktu-waktu sedih itu akan datang. Jadi, dalam sisa waktu kita
yang sebentar, aku hanya ingin membuatmu mengerti, perempuan yang paling
mencintaimu sebenarnya adalah perempuan yang tidak memaksakan
kehendaknya untuk memilikimu. Justru, dia yang paling mencintaimu adalah
dia yang membiarkanmu terbang mengejar impian yang kauanggap benar,
sambil bersabar menunggumu pulang.
Aku akan tetap jadi perempuan yang menunggumu pulang. Dengan perasaan yang tentu saja masih sama di dadaku.
Harusnya kamu sudah tahu itu,
bahkan sejak pertama kali kulihat matamu,
bahkan sejak pertama kali kubilang;
bahwa saat ini aku hanya mencintaimu.