Rabu, 10 Agustus 2016

Bolehkah aku berhenti memperjuangkanmu?

Tidak ada yang menyenangkan berjalan dalam bayang-bayang, namun bayang-bayangmu memberiku banyak arti, dan selalu berhasil membuatku memutuskan untuk berjalan lagi. Aku begitu tahu, mencintaimu adalah sebuah kesalahan, tetapi berkali-kali kamu meyakinkan, bahwa bukan aku penyebab dari segala kehancuran. Lalu, kamu memintaku kembali dalam hidupmu, dengan label sahabat. Haruskah aku bilang, bahwa semua sikapmu membuat aku sedikit muak? Kita pernah di tahap lebih dari sahabat, lalu kaumemintaku meneruskan hubungan denganmu sebagai sahabat biasa.
Aku menggelengkan kepala dan sibuk menahan air mata. Karena semua yang kulihat selalu membuatku ingat. Kamu membekas dalam otakku dan aku juga makin tak mengerti cara untuk mengusirmu dari hatiku. Kulewati jalan-jalan panjang yang kita lewati berdua. Dan, yang muncul di kepalaku, hanyalah wajahmu yang tersenyum, yang aku lihat di spion sepeda motormu. Betapa kebahagiaam bagiku begitu sederhana, memelukmu erat di atas sepeda motormu, dan mendengarmu bercerita tentang apapun. 
Kamu ingat? Kamu bercerita mengenai apartemen yang akan dibangun di sekitar rumahmu, masterplan yang kautolak karena daerah itu tidak bagus untuk dijadikan apartemen. Aku melihatmu dari kaca spion, memelukmu erat seakan tak ada lagi hari esok, dan kamu terus merancau dengan nada sebal. Aku jatuh cinta pada caramu mengungkapkan pendapatmu, aku jatuh cinta pada caramu menatapku dengan tatapan tidak biasa, dan aku jatuh cinta setiap kali kamu tersenyum ke arahku-- sementara aku tidak mampu menyembunyikan betapa rasa cinta di dadaku kian hari kian membesar.
Perasaan ini semakin sulit untuk dipertanggungjawabkan, terutama ketika kamu sering menghilang karena berbagai alasan. Dan, aku hanya mampu menunggu dengan sabar, menatap ponsel dengan penuh harap, berharap kamu menghubungiku untuk mengajakku bertemu. Tapi, kamu tidak pernah ada, kamu tidak pernah hadir dalam hari-hari saat aku membutuhkanmu. Aku mengerti, tidak bisa aku menuntutmu segalanya, karena perempuan yang kausembunyikan ini tidak berhak untuk mengatur dan meminta apapun darimu. Namun, salahkah jika aku ingin, suatu hari nanti, aku punya hak, punya otoritas, untuk terus bersamamu? Mungkin ini gila, tapi tidak bertemu denganmu, kemudian hanya bisa memendam rindu yang membesar bisa juga membuatku merasa gila.
Sungguh, aku tidak memintamu lebih dari waktu yang bisa kamu berikan untukku. Karena aku juga paham, waktumu sudah cukup tersita dengan pekerjaan juga dengan gadis pilihanmu. Sebagai yang bukan pilihan, aku hanya mampu menatapmu dengan sabar, hingga waktu yang tepat datang, agar aku bisa memelukmu walau sesaat. Semua waktu kita, walaupun singkat, adalah waktu yang sangat berharga bagiku. Kamu tidak tahu luka yang ada saat aku memelukmu dengan erat, pelukan yang mungkin terasa begitu berlebihan. Kamu tidak tahu, rasa sakit hati yang ada, saat kita berpelukan namun kamu sibuk bercerita tentang kekasihmu. Kamu tidak tahu, saat pertama kali kamu bilang sudah punya kekasih, dan saat itu juga aku menangis sejadi-jadinya dalam pelukmu, bisakah kamu tebak apa yang ada dalam benakku? Aku merasa kamu adalah the one, sementara kamu hanya menganggapku selingkuhan.
Saat aku menangis, kamu berusaha menenangkanku, dan ada kebingungan yang nampak jelas di wajahmu. Kamu memintaku untuk berhenti menangis, namun air mataku sulit diajak kompromi. Air mataku jauh lebih memahami apa yang terjadi di dalam hatiku, sementara kamu tidak pernah paham apa yang sebenarkan aku rasakan. Pelukmu, kala itu, lebih menyakitkan daripada perpisahan apapun. Yang paling menyakitkan bagiku adalah saat kamu mengaku sangat mencintaiku, tetapi kamu tidak mungkin meninggalkan kekasihmu. Jika memang kamu sudah berdua, mengapa kamu memelukku, mengecupku, menahanku pergi seakan hanya akulah satu-satunya yang kamu miliki?
Luka itu semakin meluas, saat aku berusaha melupakanmu, namun kamu pada akhirnya selalu punya tempat di hatiku. Kamu selalu ada di tempat yang secara sukarela aku sediakan, dan aku berikan hatiku yang utuh untuk kamu patahkan berkali-kali. Semakin aku jatuh cinta padamu, semakin aku menyadari bahwa kamu tidak akan mungkin aku miliki. Bahkan, aku tidak tahu, status kita ini bisa dinamakan apa. Kamu punya kekasih, tetapi kamu sangat mencintaiku dan tidak ingin meninggalkanku, lebih anehnya lagi-- kamu tidak ingin aku pergi dari hidupmu.
Bisakah kaumembayangkan rasanya jadi aku? Yang harus terus mengalah, yang harus terus menyembunyikan air mata, yang harus bersedia disakiti berkali-kali, yang harus menutup mulutnya agar tidak mengeluh, yang kelak akan dibenci temanmu, dan segala rasa sakit yang aku rasakan-- hanya demi memperjuangkan dan mempertahankanmu? Terlalu banyak ketidakadilan yang kurasakan. Terlalu banyak kesesakan dan rasa bersalah yang menghantuiku. Aku sangat mencintaimu, sungguh, dan mengetahui tubuhmu tidak hanya dipeluk olehku adalah patah hati terbesar yang sulit dijelaskan kata-kata.
Kaumemintaku untuk menyembunyikan segalanya. Kamu ingin aku tidak terlihat seperti jatuh cinta padamu. Kamu mengaturku sesuai yang kamu mau. Hanya karena kamu tahu aku sangat mencintaimu, lalu kamu menginjak-injak perasaanku seakan mengerti bahwa aku tidak mampu melawan. Ingin rasanya aku menatapmu, dengan sisa-sisa air mata yang masih aku miliki, memberitahu seberapa dalam luka yang aku rasakan, agar kamu mulai berhenti menyakitiku.
Sayang, kamu tentu tidak akan mengerti seberapa dalam luka hati yang aku rasakan. Setiap pelukanmu, setiap kecupmu, setiap kata dari bibirmu, setiap ucapan cinta darimu, selalu berhasil membuatku memaafkanmu. Kamulah iblis yang terlihat malaikat di mataku. Kamulah penjahat yang aku bela mati-matian. Kamulah tersangka yang rela aku sembunyikan. Hingga pada akhirnya mungkin kekasihmu akan tahu dan menuduhku pecundang. Padahal, kamu tahu betul, siapa yang paling hiperaktif dalam perkenalan kita. Bukan aku. Bukan kamu. Tapi, takdir yang menggariskan kita untuk bertemu dan saling memandang. Apakah cinta tetap benar, jika dia datang di waktu yang tidak tepat?
Koko, kamu tahu seberapa besar perasaan yang aku miliki, kamu juga tahu siapa yang paling mencintaimu di sini. Lalu, jika kautahu cintaku lebih besar daripada cinta kekasihmu padamu, mengapa tetap harus aku yang mengalah? Jika kaumengerti perjuanganku untuk mempertahankanmu jauh lebih besar daripada perjuangan kekasihmu mempertahanmu, mengapa harus aku lagi yang kausembunyikan dari sorotan mata dunia? 
Yang membuat aku sedih bukan karena aku tidak memelukmu berhari-hari, namun yang membuatku sedih adalah mengapa aku tidak pernah diberi kesempatan untuk memperjuangkanmu lebih jauh lagi? Yang membuatku terluka bukan karena kamu lebih dulu punya kekasih, namun yang membuatku semakin terluka adalah kamu tidak pernah mengaku pada siapapun bahwa aku hadir dalam hidupmu. Aku tidak pernah bersedih terlalu banyak jika kita tak bertemu. Aku juga tidak marah jika harus kehilangan kamu terus. Namun, sadarkah kamu, ada perempuan yang selalu mengalah di sini, hanya untuk si tolol yang begitu dia cintai?
Beri aku kesempatan untuk berpindah, jika kamu tidak megharapkan aku dalam hidupmu. Jangan meminta aku tetap tinggal, jika pada akhirnya justru kamu yang meninggalkanku.

Untuk kamu yang menawarkan,
segala macam bualan,
yang kupikir cinta.
******

Selasa, 26 Juli 2016

Aku berharap Tuhan mengembalikanmu ke dalam pelukanku

Aku duduk di kafe tempat pertama kali kita bertemu. Sambil memandangi hujan di langit Cibinong malam ini, aku turut menyelesaikan deadline untuk novel keduabelas yang berjudul Promise. Pemilik kafe tadi, yang temanmu itu, selalu bertanya mengapa aku tidak datang ke sini tanpamu. Dan, seperti biasa, aku hanya menjawab dengan senyum, berkata kalau kamu sedang sibuk. Namun, sampai kapan aku harus berbohong pada siapapun yang bertanya tentangmu? Haruskah aku berkata jujur bahwa kamu tiba-tiba menghilang tanpa kabar, setelah kita bertemu beberapa hari yang lalu, di hari ketika Portugal memenangkan EURO 2016. Haruskah aku berkata pada mereka, yang menanyakan kamu, bahwa aku tidak lagi mengetahui kabarmu, dan kita kembali jadi orang asing yang tidak saling kenal?
Aku sudah tahu ini akan terjadi. Saat aku menyapamu kembali, menanyakan apa oleh-oleh yang kauinginkan sepulang aku dari Jogjakarta. Kamu terlonjak bahagia, itu yang aku baca dari deretan chat kita. Aku bisa membaca kebahagiaan itu dari caramu menulis semua kalimat. Pada akhirnya, kita kembali bertukar sapa, setelah berbulan-bulan kita berpisah dan tidak lagi saling tahu kabar masing-masing. Kamu mau tahu apa yang terjadi saat itu? Pagi itu, setelah aku lari pagi di dekat Alun-alun Selatan, Keraton Jogjakarta, aku langsung bersiap menuju Dagadu. Aku memilih apapun yang pas untukmu, dengan harapan bahwa saat kita bertemu nanti, aku bisa melihat senyummu selebar mungkin.
Sepulang dari Jogjakarta, aku menikmati perjalanan selama dua puluh jam, sementara kamu menikmati EURO sampai tidak tidur. Sepanjang perjalanan, kita hanya menceritakan bagaimana pertandingan akan dimulai dengan seru, lalu kamu bercerita soal kekagumanmu pada Prancis, lalu kamu berbicara soal kemungkinan Portugal untuk menang, lalu kita berdua tenggelam dalam pembicaraan menyenangkan yang sama-sama kita rindukan. Aku menyimpan perasaan itu dalam-dalam, berbulan-bulan, andai kamu tahu, andai kamu mengerti.
Pada akhirnya, kita bertemu, dalam keadaan kita tidak tidur semalaman. Aku bisa membaca betapa kelelahannya matamu. Kamupun tentu mampu membaca betapa sayunya mataku, mata yang selalu sulit menyembunyikan perasaan rindu padamu. Kamu memelukku dengan pelukan takut kehilangan, pelukan yang aku rindukan selama berbulan-bulan. Aku memelukmu dengan pelukan menyadari bahwa kamu tidak akan mungkin aku miliki.
Wahai kamu, pria bermata sipit yang senyumnya selalu kukagumi, aku senang bisa kembali menghabiskan hari bersamamu. Aku senang melihatmu lahap memakan Domino's Pizaa yang aku belikan untukmu, yang aku belikan dengan cara memutar di Pemda Cibinong, begitu riuh dan macetnya, hanya untuk membawakanmu delapan potong pizza. Biarlah. Aku terlampau jatuh cinta. Dan, semua kelelahan itu bukan berarti apa-apa selama aku bisa bersamamu.
Kita melewati hari dengan candaan dan makian khas aku dan kamu. Kamu merangkulku dengan berani dan dengan senang hati membuatkanku es cappucino. Aku meminum minuman buatanmu sambil menatap matamu yang terus mengawasiku. Aku menawari es itu agar kauminum juga, tapi kamu menolak. Aku ulurkan tanganku untuk menyentuh pipimu, menyentuh dahimu, menyentuh bibirmu, dan menyentuh rambutmu. Betapa aku rindu menatapmu sedekat ini, selama berbulan-bulan kita tidak bertemu, dan bisa menyentuhmu sehangat ini adalah kebahagiaan yang sangat aku syukuri.
Siang berganti menjadi malam, mengapa setiap aku bersamamu, waktu terasa bergerak begitu cepat? Hujan turun lagi di langit Cibinong. Lalu, kita menunggu hujan reda. Tidak ada yang banyak kita lakukan selain aku menertawai candaan Sule di televisi dan kita hanya menikmati berita malam yang membicarakan kemenangan Portugal. Kamu berkali-kali menyentuh rambutku, lalu percakapan kita bergerak menuju bisnismu, teman-temanmu, duniamu, dan hari-harimua yang begitu menyenangkan. Kamu turut menceritakan hari-harimu yang menggelap tanpa kehadiranku. Apa yang bisa aku lakukan? Aku bersandar di bahumu dan memegang setiap jemarimu. Aku tahu karena aku akan selalu kehilangan kamu, maka aku harus mensyukuri setiap detik yang kita miliki, sebelum aku kembali mengikhlaskan kamu pergi.
Malam itu, hujan kelihatan sudah berhenti. Kamu mengenggam jemariku untuk menaiki sepeda motormu. Baru beberapa menit aku memelukmu di atas sepeda motor, hujan kembali turun lagi. Bukan hujan yang aku takutkan sebenarnya, namun aku merasa dejavu. Aku pernah merasakan hujan bersamamu ketika kamu mengantarkanku pulang. Saat itu, aku seakan bisa menebak apa yang akan terjadi lagi di setelah ini.
Aku turun dari sepeda motormu. Dan, kamu menatapku dengan tatapan hangat. Bajumu sangat basah, sama basahnya dengan bajuku. Kamu memelukku sesaat dan kemudian kamu berlalu dengan cepat. Kutatap punggungmu dari belakang, hingga sepeda motormu menjauh. Ada kekosongan dan kehampaan yang aku rasakan. Belum berapa detik berlalu, namun aku sudah merindukan pelukmu.
Ini terjadi beberapa bulan yang lalu, saat hujan itu, kamu mengantarku pulang ke rumah. Aku tidak tahan dengan puluhan cercaan yang mengatakan bahwa aku murahan, lalu aku tidak kuat, kemudian melepaskanmu pergi. Padahal, mati-matian kamu meminta agar tidak aku lepaskan. Aku memintamu pergi, namun aku menyesal karena hari-hari tanpamu adalah kesedihan yang menyebalkan. Dan, apa yang aku katakan dejavu itu kembali terulang. Aku pernah kehilangan kamu dalam keadaan seperti itu dan kemarin aku harus kembali kehilangan kamu lagi, kali ini-- tanpa sebab dan alasan.
Malam itu, aku menatap punggungmu yang menghilang dari pandangan. Seakan kamu ingin memberitahu, bahwa aku harus siap kehilangan kamu kapanpun itu. Kita saling tahu, bahwa di antara kita tidak akan ada yang bisa saling memiliki. Kamu tidak akan mampu memilikiku dan aku tidak akan bisa memilikimu. Kita sudah sepakat untuk ini bahwa aku dan kamu harus saling menyembunyikan. Tapi, bisakah kaumenahan diri dari kutukan cinta? Kamu tidak bisa memilih harus jatuh cinta dengan siapa. Cinta tidak pernah salah, tapi dia bisa datang terlambat.
Kamu selalu bilang bahwa aku datang ke hidupmu sangat terlambat, meskipun kamu sangat mencintaiku, namun bukan berarti kita bisa punya akhir menyatu. Malam itu, aku menatap punggungmu menjauh. Hujan turun semakin deras. Dan, aku lepaskan kamu dari pelukanku. Aku ikhlaskan kamu menuju peluknya. Sambil berharap kamu tahu, aku tetap akan menunggumu, meskipun aku tahu kekasihmu tidak akan melepaskanmu.
Aku tetap akan menunggu kamu kembali ke dalam pelukanku. Karena aku yakin, kamu selalu tahu, ke mana kauharus pulang.

Koko, aku rindu kamu,
Bisakah kamu buatkan aku semangkuk mie ayam,
untuk perempuan yang hanya menjatuhkan air matanya--
untukmu?

Minggu, 29 Mei 2016

Perasaan yang masih sama

Aku memasuki gang rumahku sambil memandangi kendaranmu yang perlahan menjauh. Baru beberapa detik kamu pergi, namun rasa rindu di hatiku kembali membesar lagi. Sejak siang tadi, aku makin sadar bahwa ini perasaan cinta. Saat menatap matamu yang bisa dibilang hanya segaris itu, entah mengapa aku menemukan keteduhan di sana. Matamu selalu berhasil membuatku rindu. Matamu selalu berhasil membawaku pulang. Matamu selalu berhasil membuat aku tidak sabar untuk pertemuan kita berikutnya.
Di langit Cibinong siang itu, seusai menjalani kelas Yoga, kita berjanji bertemu di salah satu rumah makan di Cibinong City Mall. Aku menjumpaimu duduk di ujung jendela, menatap ke luar jalanan. Mungkin, kamu menatap ke gapura bertuliskan "Selamat Datang Di Kabupaten Bogor" yang menjadi pemandangan di luar restoran kita. Segera aku duduk di depanmu dan menatapmu dengan tatapan mendalam. Aku sangat merindukanmu setelah empat hari kita tidak bertemu. Ternyata, kita memang butuh jarak dan waktu, untuk menjaga dan mencari tahu, siapa yang paling tidak tahan untuk mengusahakan sebuah pertemuan. Dan, ya, kamu selalu kalah. Selalu kamu yang meminta sebuah pertemuan. Dengan begini, kamu akan tahu, perempuan adalah mahluk paling gengsi nomor satu. Perempuan adalah mahluk yang tidak ingin memulai segalanya lebih dulu. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, sebenarnya dia ingin menatapmu, memelukmu, mencubitmu, mengecupmu, dan turut membebaskan kekangan rindu di dadanya. Kamu selalu kalah untuk tidak mengajakku bertemu lebih dulu, sementara aku selalu kalah untuk tidak menunjukan betapa aku rindu kamu dan ingin menghabiskan sisa waktu kita sambil menatap dan merangkulmu.
Seusai menyatap makanan berdua, kamu menggenggam jemariku dan mengajakku ke Gramedia di lantai atas. Aku tidak mengerti maksud dan tujuanmu, jadi aku menurut saja ketika kamu membawa tas fitness-ku yang berat itu, dan mengikuti langkah kakimu. Saat itu, kamu memperlakukanku layaknya kekasih. Kamu cukup membuatku melayang dengan caramu merangkulku, mengenggam jemariku, dan berkali-kali berbisik betapa kamu mencintai aku. Aku menaiki eskalator sambil tertawa ke arahmu, tidak berani aku memberi respon berlebih, karena aku tahu betul kita bukan sepasang kekasih, dan aku cukup sadar diri jika aku berharap lebih maka hanya berujung pada rasa sakit hati. Aku sudah jatuh cinta padamu dan caramu memperlakukanku seperti siang tadi bisa saja membuatku semakin mencintaimu dan semakin takut kehilangan kamu.
Sesampainya di Gramedia, kamu masih memegang pinggulku, dan meliak-liuk di antara rak buku. Dengan cepat, kamu mencari-cari semua rak yang berisi bukuku. Kamu tertawa manis sambil menunjuk-nunjuk bukuku. Kamu makin tergelak ketika ada orang yang membeli bukuku, sementara orang itu tidak tahu penulisnya ada di depan rak buku tersebut. Aku segera menarik kamu pergi karena bisa saja kamu bisa lebih aneh daripada tadi. Sedikit sikap bodohmu itu cukup membuatku gemas. Andai aku bisa mencubit dan meraih pipimu kala itu, andai aku bisa mencuri waktu untuk sesekali mengecup pipimu, sayangnya-- aku bukan kekasihmu. Aku cukup bisa tertawa dalam hati, membayangkan segala mimpi yang sudah kubangun di kepalaku bisa segera aku wujudkan bersamamu.
Hari ini, tidak ada kesedihan yang berlebihan. Aku hanya ingin menikmati hari tanpa mengingat seberapa jauh kamu sudah menyakitiku. Bagiku, tetap berada di sisimu dan tetap bisa merasakan pelukmu sudah lebih dari cukup. Kamu sudah memenuhi ruang kosong di hatiku, sudah miliki seluruh rasa cintaku, sayangnya mungkin aku tidak punya ruang di hatimu dan rasa cintamu tidak hanya sepenuhnya untukmu. 
Di atas sepeda motormu, aku memelukmu seakan waktu berjam-jam yang telah kita lewati masih belum cukup untuk menuntaskan perasaan rinduku. Langit Cibinong malam ini seperti memberikan isyarat bahwa hujan segera turun. Tidak ada bintang dan hanya ada udara dingin yang menyeruak. Sambil memperhatikan atraksi kuda lumping di lampu merah, kamu terus menerus memanggil namaku, dan mengucapkan kata-kata cinta yang semakin membuat aku bertanya. Jika kita memang saling jatuh cinta, mengapa tidak kita akhiri saja semua dengan status yang jauh lebih jelas. Ingin rasanya aku berteriak itu di telingamu, tapi tidak mungkin karena aku tahu betul kekasihmu tidak akan melepaskanmu pergi begitu saja.
Aku tahu betul ini bodoh. Aku tahu betul memeluk dan merangkulmu adalah suatu kesalahan. Aku juga tahu mungkin hubungan kita tidak akan berakhir dalam kebahagiaan. Tapi, biarlah aku habiskan sisa-sisa waktuku bersamamu karena aku paham ini tidak akan berjalan lama. Semua orang akan mudah menyalahkan kita tanpa mereka tahu seberapa jauh kita telah berjuang. Aku dan kamu tidak bisa melawan pada cinta yang bisa saja datang tidak tepat waktu. Kita jatuh cinta di waktu yang salah, sementara aku dan kamu tidak tahu caranya untuk berhenti serta mengendalikan diri.
Aku tahu betul ini bodoh, tapi biarkan aku dan kamu habiskan sisa waktu kebersamaan kita, karena saat waktu itu tiba-- aku dan kamu akan kembali menjadi dua orang asing yang tidak saling kenal. Biarkan aku menikmati sisa-sisa waktu kebahagiaan bersamamu, sebelum semua orang menyuruh kita mengakhiri ini semua, kemudian perpisahan dengan segera menjadikan kita kembali tak kenal. Biarkan aku menghabiskan sisa-sisa waktu yang kita miliki ini, dengan kebahagiaan, bukan dengan kesedihan. Kesedihan punya porsinya sendiri dan aku tahu semua kesedihan itu akan dimulai ketika aku pada akhirnya harus melepaskanmu pergi.
Sebelum kamu pergi, biarkan aku bisa meninggalkan kesan, setidaknya di ingatanmu. Bahwa ada seseorang yang menjaga perasaannya, yang tidak mengubah perasaannya, ketika dia tahu kamu tidak bisa dimiliki oleh dia satu-satunya. Sebelum ini semua berakhir, aku hanya ingin membuatmu paham, mungkin saja perasaan yang aku miliki masih sama, bahkan ketika kamu menjauh dan menganggapku tidak pernah jadi bagian dalam hidupmu.
Semua waktu-waktu sedih itu akan datang. Jadi, dalam sisa waktu kita yang sebentar, aku hanya ingin membuatmu mengerti, perempuan yang paling mencintaimu sebenarnya adalah perempuan yang tidak memaksakan kehendaknya untuk memilikimu. Justru, dia yang paling mencintaimu adalah dia yang membiarkanmu terbang mengejar impian yang kauanggap benar, sambil bersabar menunggumu pulang.
Aku akan tetap jadi perempuan yang menunggumu pulang. Dengan perasaan yang tentu saja masih sama di dadaku.


Harusnya kamu sudah tahu itu,
bahkan sejak pertama kali kulihat matamu,
bahkan sejak pertama kali kubilang;
bahwa saat ini aku hanya mencintaimu.

Jumat, 27 Mei 2016

Akhir yang aku harapkan dari kisah kita

Aku memandangi wajahmu dengan rasa rindu yang mungkin hanya aku dan Tuhan pahami. Kamu yang sejak tadi kupandangi hanya tersenyum jahil berharap pandanganku tidak lagi mengarah padamu. Dalam hitungan jam, kita sudah berbincang banyak hal, namun mengapa aku masih belum bosan untuk mengalihkan padanganku kepada yang lain? Berhari-hari, aku tidak menatapmu, rasanya dua hari saja tidak memandangimu cukup membuat rasa rinduku menderas seperti hujan di langit Cibinong sore itu.
Aku tidak bisa berbohong bahwa aku semakin mencintaimu. Aku semakin jatuh cinta pada caramu memandangiku, caramu memelukku, caramu merangkul bahuku, caramu membisikan kata-kata manis di telingaku, caramu menggenggam jemariku, caramu memanggil namaku, dan cara-cara lain yang kaulakukan-- yang selalu berhasil membuatku bahagia. Aku tidak bisa berbohong bahwa hanya chat darimulah yang aku tunggu. Kamu adalah notifikasi favoritku. Kamu adalah suntikan keajaiban yang membuatku selalu bahagia menatap layar ponselku. Ketika namamu tertera di sana, cepat-cepat aku membalas, dan berharap balasan darimu juga segera masuk. Hingga hari ini, hanyalah kamu yang kunanti, tapi aku cukup sadar diri bahwa kebahagiaan ini mungkin saja segera berakhir.
Aku cukup sadar diri bahwa kamu tidak akan mungkin bisa aku miliki. Aku cukup tahu bahwa aku dan kamu bisa saja segera berakhir, tanpa alasan dan penjelasan, tanpa ucapan perpisahan. Aku cukup paham bahwa kamu bukan seutuhnya milikku karena keberasamaan kita memang hanyalah kebahagiaan sesaat yang akan segera hilang dengan pergantian musim atau bahkan bulan. Aku tahu ini semua akan segera berakhir bahkan sebelum kamu benar-benar mengerti seberapa dalam perasaanku. Aku juga tahu hubungan kita otomatis akan berakhir, bisa saja berakhir kapan pun, karena aku tahu di mana posisiku berdiri saat ini.
Semua tentang akhir. Mungkin, kebahagiaan tidak akan pernah jadi milik kita dalam jangka panjang. Maka, kubiarkan kamu memelukku dengan erat, sebelum kita benar-benar berpisah. Kubiarkan kamu tetap berbisik sambil memanggil namaku dengan lembut karena mungkin ini bisa saja pertemuan terakhir kita. Kamu juga tahu, hubungan kita penuh banyak kejutan, kita tidak akan pernah tahu kapan hadirnya perpisahan, yang aku dan kamu tahu adalah bahwa kita masih punya waktu untuk menikmati sisa-sisa waktu yang kita berdua miliki.
Seringkali, di tengah-tengah pelukmu, kamu menceritakan tentang kekasihmu. Saat itu, mungkin kamu tidak memikirkan betapa sesaknya dadaku, betapa sesaknya menerika kenyataan bahwa mungkin aku hanyalah pelarian untuk menghilangkan kebosanan. Ketika kamu menceritakan tentang kekasihmu, aku memilih mendengarkan dengan baik, sambil menatap matamu dalam-dalam, berusaha mencari kesungguhan dalam mata itu, berusaha menjawab pertanyaan; adakah aku dalam mata dan hatimu? Apa yang aku temukan? Aku juga menemukan diriku dalam matamu. Aku menemukan sosok bayanganmu dalam matamu. Tapi, bayangan itu menghilang, memudar, seakan sebuah isyarat bahwa kesalahan ini harus segera kita akhiri.
Kamu selalu begitu. Membawa amarah, api, dan tangismu, ke dalam bahuku. Kamu pasti begitu. Melarikan segara marah dan kesalmu, mengarahkan cerita sebalmu tentang kekasihmu, dan menumpahkan segalanya padaku. Lalu, ketika aku berhasil memandamkan apimu, kamu akan dengan setia berbalik arah. Setelah aku berhasil sembuhkan lukamu, kamu dengan cepat pergi meninggalkanku. Jelas, ini sangat tidak adil bagiku, bagi orang yang juga mencintaimu. Tidak bisakah kamu tinggal lebih lama lagi dan memelukku lebih hangat sekali lagi? Karena aku bosan menunggu di beranda rumah, berharap kamu pulang setelah lelah berperang, dan mengingat bahwa masih ada orang yang menunggumu datang masuk ke dalam peluknya.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Apakah aku harus lari atau aku cukup diam saja dan menganggap semua tidak pernah terjadi? Apakah aku harus bersikap biasa saja, tetap mencintaimu seperti kemarin-kemarin, dan menganggap pelukmu serta ucapan cintamu bukanlah bualan? Aku tahu ucapan cintamu tidak pernah berbohong. Aku tahu betul, matamu tidak akan berhasil membohongiku. Tapi, yang selalu menjadi pertanyaanku adalah jika kamu mencintaiku mengapa kamu tidak membiarkan dirimu hanya dimiliki oleh satu hati?
Aku tidak tahu siapa pemilik hatimu yang sesungguhnya. Yang aku tahu, kamu hanyalah pria biasa, yang tidak mencintai sisi malaikat dalam diriku, justru kamu mencintai iblis dalam diriku. Kamu mencintai keliaranku, kamu mencintai cara berpikirku yang berbeda dari yang lainnya, kamu mencintai caraku melanggar segala macam peraturan demi memperjuangkan yang aku anggap benar, kamu mencintai sisi gelapku, kamu mencintaiku dalam keremangan yang menghangatkan. Yang aku suka darimu, kamu tidak sedang memaksa aku untuk memiliki sikap yang sangat malaikat, kamu justru membisikan hal-hal menyejukan yang selalu berhasil mendiamkan iblis jahat dalam diriku.
Kita sama-sama hadir dari kegelapan. Kita sama-sama gelap. Dan, percayakah kamu bahwa semua gelap akan menemukan terang di ujung jalan?
Aku ingin ke ujung jalan. Bersamamu.
Untuk pria yang belum percaya,
bahwa jalan pulang terdekat,
selalu lebih baik,
daripada jalan pulang terjauh.

Kamis, 26 Mei 2016

Salahkah Jika Aku Berharap Kamu Kembali?

"Kamu pergi ketika saya sudah sangat nyaman bersamamu. Kamu lari ketika saya sudah sangat mencintamu. Kamu menghilang tanpa bilang-bilang, sementara aku yang terlanjur mencintaimu hanya bisa berharap Tuhan membuatmu sadar. Bahwa di sini, ada aku, yang mendoakanmu tanpa henti."
Aku duduk di kafe tempat pertama kali kita bertemu. Kafe yang kautunjukan untukku sebagai tempat menulis yang menyenangkan di sekitar tempatku dan tempatmu. Di langit Cibinong yang sedang hujan deras, aku meneguk lychee tea yang dingin. Ada kehampaan di sini yang aku rasakan karena tidak ada kamu yang duduk di sampingku. Dan, suara Marcell, tidak menjadi penenang bagiku. Lagu Firasat mengalun di telinga, menjalar ke hatiku, kemudian membuat dadaku sesak.
Aku ingat saat pertama kali bertemu denganmu di sini, setelah puluhan kali kamu memintaku bertemu, dan aku terus menolaknya. Hari itu, kutemukan pria bermata sipit, berpipi tembab, yang sedang merokok di dekat meja kasir. Aku menghampirimu dan menyalami tanganmu. Saat itu, mata kita bertemu, dan bolehkah aku mengaku, hari itu-- aku sudah jatuh cinta padamu. Kita berbicara seakan tidak akan pernah kehabisan bahan celotehan. Aku langsung jatuh cinta pada caramu tersenyum, pada suara tawamu, pada caramu memanggil namaku, pada asap rokokmu yang membumbung di udara, pada kedua lesung pipimu, dan pada caramu menatapku.
Setelah hari itu, kamu menjelma menjadi pria yang pesannya selalu aku tunggu. Aku menunggu kesibukanmu usai agar malam hari kita bisa berkomunikasi, agar bisa kudengar suaramu dari ujung telepon, dan agar rasa rindu yang penuh di dadaku bisa sedikit mengecil atau mereda. Tapi, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak merindukanmu. Rasa itu semakin membungkamku ketika aku harus mengisi workshop penulisan novel di Bangkalan, Madura. Kamu terus memantauku di tengah kesibukanmu. Kamu mengirimku sebuah nyanyian melalui voice note. Meskipun saat itu berada sangat jauh denganmu, namun kurasakan napas dan dirimu selalu mengikutiku.
Sepulang dari Bangkalan, Madura, kita memutuskan untuk kembali bertemu pada pertemuan kedua. Aku membawa rasa rindu yang menggebu di dadaku, tetapi kamu ternyata membawa kabar buruk untukku. Di tengah rangkul pelukmu yang hangat, kamu akhirnya mengaku bahwa kamu sangat mencintaiku. Dengan anggukan bahagia, aku menatapmu terharu, kamu mengecup keningku. Kebahagiaanku merangkak naik menuju level tertinggi. Beberapa detik kemudian, kamu mulai menceritakan kisah hidupmu, hingga pada kisah bahwa sebenarnya kamu telah memiliki kekasih terlebih dahulu sebelum mengenalku. Tahukah kamu apa yang kurasakan saat itu? Rasanya aku ingin meledak, melepas pelukmu, dan aku merasa marah pada diriku sendiri.
Selama kedekatan kita, kamu memang tidak memberi status hubungan apapun. Aku pun tidak memaksakan agar kita segera memiliki status, tapi mengapa aku marah ketika tahu kamu sudah bersama yang lain? Aku menatap matamu dengan mataku yang berair. Kamu menangkap kesedihan itu dan segera memelukku dengan erat. Namun, mengapa aku tidak bisa melepaskan pelukmu yang erat itu? Peluk yang bukan hakku, peluk yang bukan milikku. Dalam pelukmu, aku menangis sejadi-jadinya. Rasanya sangat tidak adil, aku sedang berada di puncak sangat mencintaimu, dan kenyataan yang kaubicarakan itu benar-benar telah menghancurkan mimpi-mimpi megah yang telah aku bangun.
Aku sudah membayangkan suatu hari akan mengenalkanmu pada ibuku. Aku sudah berharap bisa membawamu serta ke dalam workshop-workshop menulis novel di sekitar Jakarta. Aku sudah membayangkan bahagianya bisa berada dalam status hubungan yang spesial bersamamu. Aku membayangkan setiap hari berpeluk denganmu di tengah kesibukan kita berdua. Kamu sudah membuatku terbiasa dengan pelukmu, dengan hangatnya kecupmu, dengan rasa humoris yang selalu kautunjukan padaku, dengan keliaran menyenangkan yang hanya kita ketahui berdua, dengan segala hal bodoh yang membuat aku bisa menjadi diriku sendiri ketika bersamamu, namun mengapa kaujustru pergi ketika kamu telah membuatku sangat terbiasa pada kebahagiaan akan hadirmu?
Hingga hari ini, aku masih merasa semua tidak adil. Kamu bilang kamu sangat mencintaiku, tapi semalam kamu menginginkan hubungan kita segera berakhir. Dengan alasan kamu tidak ingin membohongiku dan menyakitiku terlalu jauh. Tapi, sebagai yang bukan siapa-siapa, memang aku tidak berhak melarang apa-apa. Bagaimana mungkin aku begitu mudah terjebak pada segala perlakuan manismu, ketika aku pada akhirnya tahu-- kamu sudah lebih dulu memiliki kekasih yang lain. 
Andai kautahu, aku masih mencintaimu sedalam ketika kita pertama kali bertemu. Aku masih mencintaimu, sekuat ketika pertama kali kamu mengecup keningku. Aku masih mencintaimu, semagis ketika pertama kali kausebutkan namamu. Aku masih mencintaimu, seperti pertama kali pelukmu benar-benar menghangatkanku. Aku masih mencintaimu, bahkan ketika kamu memilih pergi dari hidupku dengan alasan yang tidak aku pahami sama sekali, dengan alasan klise yang sulit kuterima dengan logika.
Aku merasa sangat kehilangan, meskipun mungkin kamu tidak merasakan apa-apa. Aku merasa takut kehilangan, meskipun kamu bukan milikku. Aku merasa kehilangan, kehilangan harapan yang telah susah payah kubangun untukmu. 
Kembalilah padaku ketika kamu bosan dengan kekasihmu. Aku akan tetap sebodoh itu, mencintaimu tanpa mengemis status dan kejelasan hubungan kita. Kembalilah padaku, jika dia tidak bisa memberikan kebahagiaan dan peluk yang cukup hangat untukmu. Aku akan tetap jadi gadis yang bodoh, yang merindukanmu dalam diam dan kesunyian. Kembalilah padaku, jika kekasihmu tidak bisa menjaga perasaanmu. Karena aku akan tetap di sini, tetap menunggumu di belakang sini, tetap menjadi Dwita yang tolol-- yang menunggu kamu pulang.
Untuk Ren,
yang tidak akan pernah tahu,
dan tidak akan mau tahu,
siapa yang paling tersiksa,
dalam hubungan ini.

Sabtu, 23 April 2016

aku tak pernah melihat kamu tersenyum bahagia seperti itu saat bersamaku ataupun saat menerima pesan dariku. aku percaya dan aku sangat yakin jika wanita itu dapat membuatmu bahagia, tidak seperti diriku yang selalu membuatmu kesal dan marah, bahkan, tersenyum saja kamu pun enggan.

tadi siang kamu bertanya "kamu tidak kapok dekat denganku lagi?" dan jawabanku adalah "tidak". mengapa? kembali ke alasanku mengapa aku menerimamu menjadi kekasihku, aku mencintaimu.

kamu tau sesuatu? wanita dapat merasakan sesuatu yang berbeda pada seseorang yang dicintainya. dan aku merasakan hal itu. aku merasa kamu berubah. memang, seseorang pasti akan berubah. but you, kamu tidak berubah sedikitpun.

kamu tahu mengapa aku diam, berpura-pura seperti tidak ada yang terjadi diantara kita? berpura-pura seperti tidak ada yang mencurigakan dengan sikapmu? aku tidak bodoh. aku tahu itu semua.


I 've never seen you smile happily as it was when with me or when receiving a text from me . I believe and I'm pretty sure if she was able to make you happy , not like myself who always makes you upset and angry , in fact , you were reluctant to just smile .

this afternoon you asked " you do not give up close to me again ? " and the answer is "no" . Why? back to the reason why I accept you into my beloved, because I love you.

you know something ? women may feel something different to someone he loves. and I felt it. I feel you changed . indeed , someone has change . but you , you have not changed a bit .

You know why I was silent , pretending like nothing happened between us ? pretend like nothing suspicious with your attitude ? I'm not stupid. I knew it all .


Ich habe dich noch nie lächeln glücklich gesehen , wie es war , wenn sie mit mir oder wenn eine Nachricht von mir zu empfangen. Ich glaube, und ich bin mir ziemlich sicher, ob sie in der Lage war , dich glücklich zu machen , mich nicht mögen , die immer macht Sie verärgert und wütend , in der Tat, Sie waren nur ungern nur lächeln .

heute Nachmittag fragte Sie " Sie geben nicht nah bei mir wieder ? " und die Antwort " nein". warum? zurück zum Grund, warum ich dich in mein geliebtes akzeptieren , Ich liebe dich .

Sie wissen, was? Frauen können etwas anderes jemand das Gefühl, er liebt. und ich fühlte es. Ich fühle dich verändert. in der Tat , ist jemand zu ändern gebunden . aber Sie , Sie haben sich gar nicht verändert .

Sie wissen, warum ich still war , so zu tun wie nichts zwischen uns passiert? so tun, wie nichts Verdächtiges mit Ihrer Haltung ? Ich bin nicht dumm . Ich wusste, dass es alle.

Minggu, 19 Juli 2015

tips ngadepin pacar yang moody

buat para cewek cowok yang punya pasangan moddy-an pasti repot banget ngadepinnya. untuk itu lo harus tau baca beberapa hal di bawah ini yang mungkin bisa ngebantu lo.
Moddy adalah suatu sifay yang dimiliki oleh seseorang, dimana orang tersebut sering berganti-ganti suasana hatinya, kadang tanpa sebab suatu penyebab yang jelas dan dalam waktu yang relatif singkat.

trus apa pacar lo punya sifat moody tersebut?

 punya pacar yang moody memang membingungkan. Terkadang tanpa sebab yang jelas dia yang tadinya tersenyum manis tiba-tiba berubah menjadi cemberut atau malah lebih parahnya menjadi marah-marah gak jelas. pastinya hal ini akan membuat lo pusing sendiri. bagi lo yang punya pacar moody , sebaiknya banyakin sabar aja. lo gak perlu khawatir, sebenernya sifat moody itu bisa hilang dalam waktu yang singkat kok. setelah suasanya hatinya kembali baik, dia pasti bakalan tersenyum lagi. :D


berikut cara ngadepin pacar yang moody

1.  pinter-pinter baca situasi
1. Pintar membaca situasi
Spoiler for :


Quote:Kamu sudah tahu kalau dia itu orangnya moody. Nah, agar moody-nya tidak kambuh, kamu harus pintar membaca situasi . Hindari omongan atau tindakan yang bisa membuat dia mendadak jadi bete. Tetap jaga perasaannya agar tetap senang saat bersama kamu.

2. Berusaha tetap tenang
Spoiler for :

Quote:Kamu nggak perlu ikut marah saat pacar tiba-tiba marah atau ngambek. Cobalah untuk berbicara secara baik-baik, jangan pakai emosi. Cari tahu apa penyebab dia marah dan ngambek. Dengan demikian, masalah bisa teratasi tanpa harus bertengkar .

3. Turuti kemauannya
Spoiler for :

Quote:Diajak jalan-jalan ke mall, dia malah cemberut dan terlihat tidak senang . Coba deh kamu tanyakan apa yang dia lagi pengenin dan kamu temani. Misalnya, dia lagi pengen nonton pertandingan sepakbola, kamu turuti saja dan temenin dia. Pasti dia nggak bakal bete lagi .

4. Kasih hadiah
Spoiler for :

Quote:Kamu bisa memberikan hadiah kecil sebagai tanda permintaan maaf kamu telah membuatnya bete. Bilang padanya kalau kamu itu tidak ingin melihat pacar terus bete atau ngambek. Semoga dengan hadiah ini mood pacar bisa kembali baik.

5. Biarkan saja
Spoiler for :

Quote:Kalau keempat cara di atas tetap tidak mampu mengembalikan mood pacar, lebih baik kamu biarkan saja dulu. Berikan dia waktu untuk sendiri, mungkin dengan cara ini mood pacar bisa kembali baik tidak naik turun lagi .

Quote:
Punya pacar moody memang menjengkelkan , namun tetap saja kamu tidak boleh emosi. Cobalah untuk menghadapinya dengan lembut dan buatlah dia kembali merasa nyaman saat bersama kamu. Semoga berhasil !