Autumn
in Paris
Prolog
JALANAN sepi.
Langit gelap.
Angin musim gugur bertiup kencang.
Ia merapatkan jaket yang dikenakannya, namun
tubuhnya tetap saja menggigil. Bukan karena angin, karena saat ini ia sama
sekali tidak bisa merasakan apa pun. Sepertinya saraf-sarafnya sudah tidak
berfungsi. Ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa bersuara, dan
tidak bisa merasakan apa-apa.
Kecuali rasa sakit di hatinya. Ia bisa merasakan yang
satu itu. Sakit sekali....
Butuh tenaga besar untuk menyeret kakinya dan maju
selangkah. Sebelah tangannya terangkat ke dada, mencengkeram bagian depan
jaket. Tangan yang lain terjulur ke depan dan mencengkeram pagar besi jembatan.
Pagar besi itu seharusnya terasa dingin di tangannya yang telanjang, tapi nyatanya
ia tidak merasakan apa pun walaupun ia mencengkeram pagar besi itu sampai
buku-buku jarinya memutih.
Matanya menatap kosong ke bawah. Permukaan sungai
terlihat tenang seperti kaca besar berwarna hitam yang memantulkan cahaya dari
lampu-lampu di tepi jalan.
Air sungai itu pasti dingin sekali. Ia pasti akan
mati kedinginan bila terjun ke sungai itu. Mati beku.
Ia hanya perlu membiarkan dirinya jatuh. Setelah itu
seluruh tubuhnya akan membeku. Rasa sakit ini juga akan membeku. Ia tidak akan
merasakannya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar