Minggu, 18 Mei 2014



Tujuh
“KALAU boleh jujur, dulunya aku sama sekali tidak suka Paris. Aku juga benci musim gugur.”
Tara baru akan mulai memusatkan perhatian pada naskah acaranya ketika ia mendengar Élise membacakan surat dari Monsieur Fujitatsu di radio. Ia mengangkat alis, mengerjapkan mata, lalu meletakkan naskahnya. Ia membesarkan volume radio kecilnya dan bertopang dagu. Senyumnya mengembang. Ternyata Tatsuya menepati janjinya.
“Tetapi akhir-akhir ini aku merasakan sesuatu yang aneh sedang terjadi.... Paris berubah menjadi kota yang indah tepat di depan mataku dan musim gugur juga mulai terasa menyenangkan. Gadis itu yang membuat segalanya berubah. Dia sangat suka kota ini dan sangat suka musim gugur. Mengherankan sekali.... Aku tidak pernah menganggap diriku gampang dipengaruhi, tetapi kenapa gadis ini dengan mudahnya membuatku berubah pikiran?
“Gadis Musim Gugur, bukankah kau sudah janji mau menerima ajakan kencanku? Kau punya waktu hari ini?”
Tara hampir tidak percaya mendengar permintaan kencan yang langsung dan terbuka itu. Belum pernah ada yang mengajaknya kencan lewan radio. Sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, ponselnya berdering.
“Allô?”
“Allô, Gadis Musim Gugur,” sapa laki-laki di ujung sana.
Tatsuya. Senyum Tara melebar.
“Gadis Musim Gugur?” tanya Tara sambil menahan tawa.
“Ya,” sahut Tatsuya. “Kau sedang mendengarkan radio, kan?”
“Mm-hmm.”
“Berati kau sudah mendengar penyiarnya membacakan suratku?”
“Mm-hmm.”
“Jadi kau tentu tahu kalau kaulah gadis aneh yang menyukai musim gugur dalam ceritaku tadi.” Tatsuya tertawa. “Dan aku menunggu jawabanmu.”
“Kau selalu memakai cara ini kalau ingin mengajak seorang gadis kencan?” gurau Tara.
“Melalui radio?” Tatsuya balas bertanya. “Tidak. Ini yang pertama kali. Aku sedang merasa kreatif. Bagaimana? Mau menemaniku hari ini?”
Tara tidak perlu waktu untuk berpikir. “Dengan senang hati, Monsieur Fujitatsu,” sahutnya, lalu tertawa.
* * *
Sejak hari itu Tatsuya sering menulis surat ke Je me souviens... dan membuat Tara selalu menanti-nantikan acara itu. Isi suratnya selalu mengenai hal-hal yang sepele namun anehnya berkesan, seperti ...
“Sebelumnya aku sudah tahu dia suka Paris, musim gugur (tentu saja!), Sungai Seine, sate kambing, cat kuku warna-warni, dan mengoceh panjang-lebar. Kemarin aku baru tahu dia juga suka nonton film-film klasik. Salah satu film favoritnya sepanjang masa, menurut pengakuannya, adalah Breakfast At Tiffany‟s. Tentu bisa ditebak juga bahwa Audrey Hepburn adalah aktris favoritnya dan Moon River adalah lagu kesukaannya. Kalian punya lagu itu? Bisa putarkan untuknya? Dia pasti senang sekali.”
...
“Astaga! Dia menangis tersedu-sedu ketika kami menonton DVD My Girl di tempatku, terutama di bagian ketika tokoh yang diperankan si kecil Macaulay Culkin meninggal dunia. Walaupun dia menghabiskan seluruh persediaan tisuku, aku sama sekali tidak keberatan. Aku malah senang, karena dia mengaku itu pertama kalinya dia mengizinkan dirinya menangis di depan orang lain saat sedang menonton film.”
...
“Kepalaku pusing sekali hari ini. Badan juga terasa tidak enak. Semua itu karena aku terpaksa menuruti permintaannya. Dia membujukku—nyaris memaksa!—menemaninya ke Disneyland kemarin. Bukan hanya menemaninya ke tempat bermain untuk anak-anak balita itu, tetapi juga menemaninya mencoba seluruh permainan mengerikan di sana. Kau tahu, kan, jenis permainan yang bisa membuat jantung copot, mengobrak-abrik isi perut, dan menjungkirbalikkan otak? Dengan rendah hati kuakui aku sama sekali tidak tahan dengan permainan seperti itu. Tapi harap dicatat, aku tidak mengeluh. Setidaknya sedikit pengorbananku itu membuatnya senang.”
...
“Ternyata dia bisa memasak! Aku sudah pernah mencoba masakannya dan dia hampir sama jagonya denganku. Hari ini giliran siapa yang memasak makan malam ya? Dia atau aku? Aku lupa. Pokoknya hari ini makan malam di tempatnya saja.
“Gadis Musim Gugur, aku akan ke sana sepulang kerja.”
...
“Aku ingin tahu apa yang dilakukannya sekarang? Kurasa dia sedang mendengarkan radio sambil bertopang dagu dan tersenyum-senyum sendiri. Nah, sekarang ia menaikkan alisnya karena heran, lalu keningnya berkerut. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya dan berpikir bagaimana aku bisa menebak dengan benar. Tentu saja aku tahu. Karena aku sering memerhatikannya. Karena sering memerhatikannya, tanpa sadar aku jadi mengenal semua kebiasaannya.”
* * *
“Kaukira sedang menulis buku harian?” tanya Tara dengan ponsel menempel di telinganya. Ia berusaha terdengar kesal, tetapi tidak bisa menahan diri untuk tersenyum lebar.
“Bukankah kau yang memintaku terus menulis ke acara itu karena kau bilang aku punya banyak penggemar yang harus dipuaskan?” balas Tatsuya ceria.
Tara menarik napas dan menyerah. “Baiklah, aku harus berterima kasih padamu karena telah memuaskan para pendengar kami.”
Tatsuya tertawa. “Jangan hanya mengucapkan terima kasih. Kau ada acara malam ini?”
“Tidak. Kau punya rencana apa?”
“Aku dengar ada restoran baru yang enak. Mau coba?”
“Tentu saja. Kau yang traktir?”
Tatsuya menghela napas dengan berlebihan. “Bukankau kau yang ingin berterima kasih padaku?”
“Astaga! Baiklah, baiklah. Aku yang traktir hari ini,” kata Tara pura-pura tidak sabar. “Di mana kita bertemu nanti?”
Ketika akhirnya ia menutup ponsel, Tara melihat Élise sedang memerhatikannya sambil tersenyum-senyum.
“Boleh aku tahu siapa itu tadi? Laki-laki, kan?” tanya Élise dengan nada menggoda. “Sebastien?”
Tara menggeleng.
Alis Élise terangkat. Heran dan agak kaget. “Bukan?” tanyanya sambil menggeleng, mengikuti gerakan Tara. “Lalu siapa?”
Tara menggigit bibir dan tersenyum. Kemudian ia menumpukan kedua siku di meja dan mencondongkan badan ke depan. Élise menyingkirkan laptop dan ikut mencondongkan tubuh sehingga kepala mereka berdekatan.
“Kau bisa menjaga rahasia?” tanya Tara dengan suara rendah penuh rahasia.
Kedua alis Élise terangkat. “Tentu saja,” sahutnya cepat. “Kau kan kenal aku.”
“Orang yang tadi meneleponku,” bisik Tara dengan nada misterius, “adalah Monsieur Fujitatsu.”
Mata Élise membesar. “Yang benar?” serunya terkejut.
Tara tersenyum lebar dan mengangguk. “Namanya Tatsuya Fujisawa. Dia teman Sebastien.”
“Jangan-jangan kau adalah gadis... Gadis Musim Gugur?” tebak Élise.
Tara tertawa pelan. “Julukan itu memang kedengaran konyol.”
Élise terdiam sejenak dan berpikir-pikir. “Kau tahu siapa gadis yang ditemuinya di bandara? Di suratnya yang pertama kali itu? Jangan-jangan...”
Dengan menyesal Tara menggeleng. “Aku tahu apa yang kaupikirkan, tapi sayang sekali, aku bukan gadis yang ditemuinya di bandara atau di kelab. Aku sendiri juga penasaran sekali siapa gadis itu.”
“Oh?”
Tara bangkit. “Nah, sekarang aku permisi dulu. Aku ada janji makan malam. Oh ya, Élise, jangan katakan pada siapa pun tentang Tatsuya. Oke? Ini rahasia kita berdua.”
“Tara,” panggil Élise tiba-tiba. “Ajak dia ke pesta ulang tahunku.”
“Siapa? Tatsuya? Kenapa?”
“Ayolah,” bujuk Élise dengan mata berbinar-binar. “Aku ingin tahu seperti apa orangnya. Tampan?”
“Wah? Bukankah kau sudah punya pacar?” Tara balas bertanya dengan nada bergurau.
“Tidak ada hubungannya,” bantah Élise. “Jangan takut. Aku tidak akan merebutnya darimu. Ajak dia. Oke?”
Tara tertawa. “Aku tidak takut kau merebutnya. Baiklah, aku akan mengajaknya. Tapi aku tidak tahu apakah dia bersedia datang atau tidak.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar