Tujuh
“KALAU boleh jujur, dulunya aku sama sekali tidak
suka Paris. Aku juga benci musim gugur.”
Tara baru akan mulai memusatkan perhatian pada
naskah acaranya ketika ia mendengar Élise membacakan surat dari Monsieur
Fujitatsu di radio. Ia mengangkat alis, mengerjapkan mata, lalu meletakkan
naskahnya. Ia membesarkan volume radio kecilnya dan bertopang dagu. Senyumnya
mengembang. Ternyata Tatsuya menepati janjinya.
“Tetapi akhir-akhir ini aku merasakan sesuatu yang
aneh sedang terjadi.... Paris berubah menjadi kota yang indah tepat di depan
mataku dan musim gugur juga mulai terasa menyenangkan. Gadis itu yang membuat
segalanya berubah. Dia sangat suka kota ini dan sangat suka musim gugur.
Mengherankan sekali.... Aku tidak pernah menganggap diriku gampang dipengaruhi,
tetapi kenapa gadis ini dengan mudahnya membuatku berubah pikiran?
“Gadis Musim Gugur, bukankah kau sudah janji mau
menerima ajakan kencanku? Kau punya waktu hari ini?”
Tara hampir tidak percaya mendengar permintaan
kencan yang langsung dan terbuka itu. Belum pernah ada yang mengajaknya kencan
lewan radio. Sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, ponselnya berdering.
“Allô?”
“Allô, Gadis Musim Gugur,” sapa laki-laki di ujung
sana.
Tatsuya. Senyum Tara melebar.
“Gadis Musim Gugur?” tanya Tara sambil menahan tawa.
“Ya,” sahut Tatsuya. “Kau sedang mendengarkan radio,
kan?”
“Mm-hmm.”
“Berati kau sudah mendengar penyiarnya membacakan
suratku?”
“Mm-hmm.”
“Jadi kau tentu tahu kalau kaulah gadis aneh yang
menyukai musim gugur dalam ceritaku tadi.” Tatsuya tertawa. “Dan aku menunggu
jawabanmu.”
“Kau selalu memakai cara ini kalau ingin mengajak
seorang gadis kencan?” gurau Tara.
“Melalui radio?” Tatsuya balas bertanya. “Tidak. Ini
yang pertama kali. Aku sedang merasa kreatif. Bagaimana? Mau menemaniku hari
ini?”
Tara tidak perlu waktu untuk berpikir. “Dengan
senang hati, Monsieur Fujitatsu,” sahutnya, lalu tertawa.
*
* *
Sejak hari itu Tatsuya sering menulis surat ke Je me
souviens... dan membuat Tara selalu menanti-nantikan acara itu. Isi suratnya
selalu mengenai hal-hal yang sepele namun anehnya berkesan, seperti ...
“Sebelumnya aku sudah tahu dia suka Paris, musim
gugur (tentu saja!), Sungai Seine, sate kambing, cat kuku warna-warni, dan
mengoceh panjang-lebar. Kemarin aku baru tahu dia juga suka nonton film-film
klasik. Salah satu film favoritnya sepanjang masa, menurut pengakuannya, adalah
Breakfast At Tiffany‟s. Tentu bisa ditebak juga bahwa Audrey Hepburn adalah
aktris favoritnya dan Moon River adalah lagu kesukaannya. Kalian punya lagu
itu? Bisa putarkan untuknya? Dia pasti senang sekali.”
...
“Astaga! Dia menangis tersedu-sedu ketika kami
menonton DVD My Girl di tempatku, terutama di bagian ketika tokoh yang
diperankan si kecil Macaulay Culkin meninggal dunia. Walaupun dia menghabiskan
seluruh persediaan tisuku, aku sama sekali tidak keberatan. Aku malah senang,
karena dia mengaku itu pertama kalinya dia mengizinkan dirinya menangis di
depan orang lain saat sedang menonton film.”
...
“Kepalaku pusing sekali hari ini. Badan juga terasa
tidak enak. Semua itu karena aku terpaksa menuruti permintaannya. Dia
membujukku—nyaris memaksa!—menemaninya ke Disneyland kemarin. Bukan hanya
menemaninya ke tempat bermain untuk anak-anak balita itu, tetapi juga
menemaninya mencoba seluruh permainan mengerikan di sana. Kau tahu, kan, jenis
permainan yang bisa membuat jantung copot, mengobrak-abrik isi perut, dan
menjungkirbalikkan otak? Dengan rendah hati kuakui aku sama sekali tidak tahan
dengan permainan seperti itu. Tapi harap dicatat, aku tidak mengeluh.
Setidaknya sedikit pengorbananku itu membuatnya senang.”
...
“Ternyata dia bisa memasak! Aku sudah pernah mencoba
masakannya dan dia hampir sama jagonya denganku. Hari ini giliran siapa yang
memasak makan malam ya? Dia atau aku? Aku lupa. Pokoknya hari ini makan malam
di tempatnya saja.
“Gadis Musim Gugur, aku akan ke sana sepulang
kerja.”
...
“Aku ingin tahu apa yang dilakukannya sekarang?
Kurasa dia sedang mendengarkan radio sambil bertopang dagu dan tersenyum-senyum
sendiri. Nah, sekarang ia menaikkan alisnya karena heran, lalu keningnya
berkerut. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya dan berpikir bagaimana aku bisa
menebak dengan benar. Tentu saja aku tahu. Karena aku sering memerhatikannya.
Karena sering memerhatikannya, tanpa sadar aku jadi mengenal semua
kebiasaannya.”
*
* *
“Kaukira sedang menulis buku harian?” tanya Tara
dengan ponsel menempel di telinganya. Ia berusaha terdengar kesal, tetapi tidak
bisa menahan diri untuk tersenyum lebar.
“Bukankah kau yang memintaku terus menulis ke acara
itu karena kau bilang aku punya banyak penggemar yang harus dipuaskan?” balas
Tatsuya ceria.
Tara menarik napas dan menyerah. “Baiklah, aku harus
berterima kasih padamu karena telah memuaskan para pendengar kami.”
Tatsuya tertawa. “Jangan hanya mengucapkan terima
kasih. Kau ada acara malam ini?”
“Tidak. Kau punya rencana apa?”
“Aku dengar ada restoran baru yang enak. Mau coba?”
“Tentu saja. Kau yang traktir?”
Tatsuya menghela napas dengan berlebihan. “Bukankau
kau yang ingin berterima kasih padaku?”
“Astaga! Baiklah, baiklah. Aku yang traktir hari
ini,” kata Tara pura-pura tidak sabar. “Di mana kita bertemu nanti?”
Ketika akhirnya ia menutup ponsel, Tara melihat
Élise sedang memerhatikannya sambil tersenyum-senyum.
“Boleh aku tahu siapa itu tadi? Laki-laki, kan?”
tanya Élise dengan nada menggoda. “Sebastien?”
Tara menggeleng.
Alis Élise terangkat. Heran dan agak kaget. “Bukan?”
tanyanya sambil menggeleng, mengikuti gerakan Tara. “Lalu siapa?”
Tara menggigit bibir dan tersenyum. Kemudian ia
menumpukan kedua siku di meja dan mencondongkan badan ke depan. Élise menyingkirkan
laptop dan ikut mencondongkan tubuh sehingga kepala mereka berdekatan.
“Kau bisa menjaga rahasia?” tanya Tara dengan suara
rendah penuh rahasia.
Kedua alis Élise terangkat. “Tentu saja,” sahutnya
cepat. “Kau kan kenal aku.”
“Orang yang tadi meneleponku,” bisik Tara dengan
nada misterius, “adalah Monsieur Fujitatsu.”
Mata Élise membesar. “Yang benar?” serunya terkejut.
Tara tersenyum lebar dan mengangguk. “Namanya
Tatsuya Fujisawa. Dia teman Sebastien.”
“Jangan-jangan kau adalah gadis... Gadis Musim Gugur?”
tebak Élise.
Tara tertawa pelan. “Julukan itu memang kedengaran
konyol.”
Élise terdiam sejenak dan berpikir-pikir. “Kau tahu
siapa gadis yang ditemuinya di bandara? Di suratnya yang pertama kali itu?
Jangan-jangan...”
Dengan menyesal Tara menggeleng. “Aku tahu apa yang
kaupikirkan, tapi sayang sekali, aku bukan gadis yang ditemuinya di bandara
atau di kelab. Aku sendiri juga penasaran sekali siapa gadis itu.”
“Oh?”
Tara bangkit. “Nah, sekarang aku permisi dulu. Aku
ada janji makan malam. Oh ya, Élise, jangan katakan pada siapa pun tentang
Tatsuya. Oke? Ini rahasia kita berdua.”
“Tara,” panggil Élise tiba-tiba. “Ajak dia ke pesta
ulang tahunku.”
“Siapa? Tatsuya? Kenapa?”
“Ayolah,” bujuk Élise dengan mata berbinar-binar.
“Aku ingin tahu seperti apa orangnya. Tampan?”
“Wah? Bukankah kau sudah punya pacar?” Tara balas
bertanya dengan nada bergurau.
“Tidak ada hubungannya,” bantah Élise. “Jangan
takut. Aku tidak akan merebutnya darimu. Ajak dia. Oke?”
Tara tertawa. “Aku tidak takut kau merebutnya. Baiklah,
aku akan mengajaknya. Tapi aku tidak tahu apakah dia bersedia datang atau
tidak.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar